Mutu pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih
rendah. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator.
pertama, lulusan dari sekolah atau perguruan
tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang
dimiliki.
kedua, peringkat Human Development Index (HDI)
Indonesia yang masih rendah (tahun 2004 peringkat 111 dari 147 negara)
ketiga, laporan Internasional Educational
Achievement (IEA) bahwa kemampuan membaca siswa SD Indonesia berada diurutan 38
dari 39 negara yang disurvei.
keempat,
laporan Third Matemathics and Science Study (TIMS), lembaga yang mengukur hasil
pendidikan dunia, bahwa kemampuan IPA berada diurutan ke-32 dari 38 negara.
Upaya peningkatan mutu pendidikan
haruslah dilakukan dengan menggerakkan seluruh kompeten yang menjadi subsistem
dalam suatu system mutu pendidikan. Subsistem
yang pertama dan utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah faktor guru. Di
tangan gurulah hasil pembelajaran yang merupakan salah satu indikator mutu
pendidikan lebih banyak ditentukan, yakni pembelajaran yang baik sekaligus
bernilai sebagai pemberdayaan kemampuan (ability) dan kesanggupan (capability)
peserta didik. Tanpa guru yang dapat dijadikan andalannya mustahil suatu system
pembelajaran dqapat mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan, Maka prasyarat
yang menjamin optimalisasi hasil pembelajaran adalah tersedianya guru dengan
kualifikasi dan kompetensi yang mamapu memenuhi tuntutan tugasnya. Mutu
pendidikan pada hakikatnya ialah bagaimana
proses belajar mengajar yang dilakukan guru dikelas berlangsung dengan
baik dan bermutu. Jadi mutu pendidikan ditentukan didalam kelas melalui PBM.