Sejarah Perkembangan Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia
Nurul
Istiqomah
D07209059
1.
Latar Belakang
Pada awal abad ke-20 umat Islam Indonesia mengalami beberapa
perubahan dalam bentuk kebangkitan, agama, perubahan dan pencerahan.Di
antaranya adalah dorongan untuk mengusir penjajah. Meskipun ada dorongan kuat untuk melawan
penjajahan, akan tetapi umat Islam sadar bahwa tidak mungkin melawan penjajah
hanya dengan cara tradisional. Cara-cara tradisional selama ini dilakukan umat
Islam.
Ketertinggalan diberbagai bidang adalah akibat dari kemunduran umat
Islam diberbagai bidang, sehingga umat Islam terbelakang. Berdasarkan adanya
masalah tersebut, maka umat islam mulai menyadari bahwa mereka butuh perubahan,
untuk itu umat islam mulai mengkaji
ajaran-ajaran islam yang lebih utama yaitu tentang pendidikan. Langkah
perubahan melalui pendidikan pada akhirnya menjadi pilihan bagi umat Islam di
Indonesia untuk melakukan berbagai pembaruan diberbagai bidang kehidupan dalam
Islam.
Pembaharuan di bidang pendidikan tersebut diantaranya adalah dengan
di bentuknya madrasah. Sebagai lembaga alternatif pendidikan Islam di Indonesia
yang sudah ada, seperti pesantren dan sekolah-sekolah yang didirikan oleh
kolonial Belanda. Tidak dapat dipungkiri bahwa madrasah mempunyai peran penting
dalam ikut serta memajukan pendidikan Islam di Indonesia. Terutama madrasah
ibtidaiyah di Indonesia juga berkembang sangat pesan sampai sekarang.
2.
Pembahasan
a.
Pengertian Madrasah
Kata madrasah
diambil dari akar kata darasa yang berarti belajar. Madrasah adalah isim makan
dari kata ini sehingga berarti tempat untuk belajar. Istilah madrasah sering
diidentikkan dengan istilah sekolah atau semacam bentuk perguruan yang
dijalankan oleh sekelompok atau institusi umat Islam.[1]
Peraturan Pemerintah dan keputusan
Menteri Agama serta Menteri Dalam Negeri yang mengatur tentang madrasah, yaitu
bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan agama Islam yang di dalam kurikulum
memuat materi pelajaran agama dan pelajaran umum, mata pelajaran agama pada
madrasah lebih banyak dibanding dengan mata pelajaran agama di sekolah umum.[2]
Sedangkan Madrasah Ibtidaiyah ialah
lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran rendah serta
menjadikan mata
pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang
sekurang-kurangnya 30% disa mping mata pelajaran umum.[3]
pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang
sekurang-kurangnya 30% disa mping mata pelajaran umum.[3]
b. Perkembangan
Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia
1.
Pada
masa penjajahan
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda
Madrasah memulai proses pertumbuhannya atas dasar semangat
pembaharuan dikalangan umat Islam. Latar belakang kelahiran Madrasah itu
bertumpu pada dua faktor penting. Pertama, pendidikan Islam tradisional
dianggap kurang sistematik dan kurang memberikan kemempuan
pragmatis yang memadai. Dan kedua, laju perkembangan sekolah-sekolah
ala Belanda di kalangan masyarakat cenderung meluas dan
membawakan watak sekulerisme sehingga harus diimbangi dengan sistem pendidikan
Islam yang memiliki model dan organisasi
yang lebih teratur dan terencana.
Pertumbuhan madrasah sekaligus
menunjukkan adanya pola respon umat Islam yang lebih progresif, tidak
semata-mata defensif, terhadap politik pendidikan Hindia Belanda. Dengan
berbagai variasi, sesuai dengan basis pendukungnya, madrasah tumbuh di
berbagai lokasi dalam jumlah yang dari waktu ke waktu semakin banyak.
Kebijakan pemerintah Hindia Belanda
sendiri terhadap pendidikan Islam pada dasarnya bersifat memekan karena
kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar. Bagi
pemerintahan penjajah, pendidikan di Hindia Belanda tidak hanya bersifat
pedagogis cultural tetapi juga psikologis politis. Pandangan ini pada
satu pihak menimbulkan kesadaran bahwa pendidikan dianggap begitu vital dalam
upaya mempengaruhi kebudayaan masyarakat. Melalui pendidikan ala Belanda
dapat diciptakan kelas masyarakat terdidik yang berbudaya Barat sehingga akan
lebih akomodatif terhadap kepentingan penjajah. Tetapi dipihak lain, pandangan
diatas juga mendorong pengawasan yang berlebihan terhadap perkembangan lembaga
pendidikan Islam seperti madrasah.[4]
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa madrasah pada masa penjajahan
masih belum mengalami perkembangan secara maksimal.
2.
Pada
Masa Orde Lama
Pendidikan Islam pada masa Orde
Lama terfokus kedalam dua hal: Perkembangan dan peningkatan mutu madrasah
sehingga diharapkan mampu sejajar dengan sekolah umum dan memperluas jangkauan
pengajaran agama, tidak terbatas pada madrasah, tetapi menjangkau sekolah umum
bahkan perguruan tinggi umum. Kedua hal ini terkait erat dengan upaya
pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Departemen Agama melakukan konvergensi
dualisme pendidikan yang telah tumbuh sejak masa kolonial.[5]
Pada masa orde lama madrasah sebagai lembaga penyelenggara
pendidikan diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. Hal ini sesuai
dengan Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran
di sekolah pasal 10.
Jenjang pendidikan dengan sisitem madrasah terdiri dari tiga
jenjang. Pertama, Madrasah Ibtidaiyah dengan lama pendidikan 6 tahun. Kedua,
Madrasah Tsanawiyah Pertama untuk 4 tahun. Ketiga, Madrasah Tsanawiyah Atas
untuk 4 tahun. Perjenjangan ini sesuai dengan gagasan Mahmud Yunus sebagai
Kepala Seksi Islam pada Kantor Agama Provinsi. Sedangkan kurikulum yang
diselenggarakan terdiri dari sepertiga pelajaran agama dan sisanya pelajaran
umum.[6]
Jadi dapat diketahui pada masa orde lama, madrasah ibtidaiyah sudah
ada dengan masa lama pendidikannya selama 6 tahun.
3.
Masa Orde Baru
Pada masa awal pemerintahan Orde Baru,
kebijakan mengenai madrasah bersifat melanjutkan dan memperkuat kebijakan
pemerintah Orde Lama. Pada era ini madrasah masih belum dianggap sebagai bagian
dari sistem pendidikan secara nasional, akan tetapi madrasah menjadi lembaga
otonom di bawah pengawasan menteri agama .
Bentuk pertama dari pembinaan
terhadap madrasah dan pesantren setelah Indonesia merdeka adalah seperti yang
ditentukan Dalam Peraturan Menteri Agama No.1 tahun 1946, tanggal 19 Desernber
1946 tentang pemberian bantuan madrasah.Dalam peraturan tersebut dijelaskan
bahwa madrasah adalah tiap-tiap tempat pendidikan yang mengajarkan ilmu
pengetahuan agama Islam sebagai pokok pengajarannya.
Dalam Peraturan Menteri Agama No. 7
tahun 1952 yang berlaku untuk seluruh wilayah RI. Dalam Peraturan tersebut
dinyatakan bahwa jenjang pendidikan madrasah ibtidaiyah adalah: proses
belajar di Madrasah Rendah atau madrasah
ibtidaiyah selama 6 tahun Madrasah lbtidaiyah Negeri sebagian besar berasal
dari madrasah madrasah yang semula diasuh oleh Pemerintah Daerah Aceh, Lampung
dan Surakarta. Sejak tahun 1946 ada 205 Sekolah Rendah Islam yang diasuh oleh
Pemerintah Daerah Aceh yang dengan Ketetapan Menteri Agama no. I tahun 1959,
pengasuhan dan pemeliharaannya diserahkan kepada Kementerian Agama dan namanya
diubah menjadi Sekolah Rakyat Islam (SRI). Selanjutnya dijadikan Negeri, Penegerian tersebut dilatar belakangi karena madrasah pada umumnya
didirikan secara swadaya dan swadana. Sudah barang tentu tidak akan mampu
memenuhi kebutuhan penyelenggara pendidikan modern, yang semakin menuntut
relevansi tinggi terhadap dunia teknologi dan industri. Usaha penegerian
madrasah (asalnya swasta) dimulai dengan adanya penetapan Menteri Agama RI
Nomor 1 tahun 1959 tentang Pengasuhan dan Pemeliharaan Sekolah Rakyat Islam
di provinsi Aceh. Kemudian dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 104 tahun 1962
menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN).[7]
Madrasah pada masa Orde Baru belum
mempunyai kurikulum yang standar, manajemen dan struktur yang berbeda di setiap
madrasah. Keadaan ini menimbulkan sulitnya pemerintah mengontrolnya. Madrasah
mempunyai karakterisitik yang unik, diantaranya adalah, pertama, madrasah
adalah milik masyarakat. Kedua, madrasah menerapkan manajemen berbasis sekolah.
Ketiga, madrasah sebagai lembaga untuk menperdalam agama Islam. Keempat,
madrasah sebagai lembaga kaderisasi dan mobilisasi umat.
Selanjutnya lahir kebijakan
dalam rangka pengembangan madrasah tingkat dasar (Ibtidaiyah) , pemerintah
(Departemen Agama) mendirikan Madrasah Wajib Belajar (MWB) yang menjadi langkah
awal dari adanya bantuan dan pembinaan madrasah dalam rangka penyeragaman
kurikulum dan sistem penyelenggaraannya, dalam upaya peningkatan mutu madrasah
ibtidaiyah. Walaupun kemudian MWB ini tidak berjalan sesuai dengan harapan
karena berbagai kendala seperti terbatasnya sarana prasarana,masyarakat kurang
tanggap dan juga pihak penyelenggara madrasah, setidaknya itu menjadi pendorong
kemudian pemerintah mendirikan adanya madrasah negeri yang lebih lengkap dan
terperinci, dengan perbandingan materi agama 30% dan materi pengetahuan umum
70%. Sistem penyelenggaraan, jenjang dan kurikulum disamakan dengan sekolah
umum yang berada dibawah pembinaan Departemen Pendidikan Nasional, yaitu
Madrasah Ibtidaiyah Negeri yang merupakan sekolah setingkat Sekolah Dasar Negeri
dengan lama belajar 6 tahun.
Sekitar akhir tahun 70-an,
pemerintah Orde Baru mulai memikirkan kemungkinan mengintegrasikan madrasah ke
dalam Sistem Pendidikan Nasional. Usaha tersebut diwujudkan dengan upaya yang
dilakukan pemerintah dengan melakukan upaya memperkuat struktur madrasah,
kurikulum dan jenjangnya, sehingga lulusan madrasah dapat melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu sekolah-sekolah yang dikelola oleh
departemen pendidikan dan kebudayaan. Kebijakan tersebut berdasarkan Surat
Keputusan Bersama (SKB) Tiga menteri tahun 1974 tentang peningkatan mutu
Pendidikan pada madrasah. [8]
SKB ini dapat dipandang sebagai
model solusi yang di satu sisi memberikan pengakuan eksistensi madrasah, dan di
sisi lain memberikan kepastian akan berlanjutnya usaha yang mengarah pada
pembentukan sistem pendidikan nasional yang integratif. Sejumlah diktum dari
SKB 3 Menteri ini memang memperkuat posisi madrasah, yaitu:
a. Madrasah meliputi 3 tingkatan: MI
setingkat dengan SD, MTs setingkat dengan
SMP, dan MA setingkat dengan SMA
b.
Ijazah madrasah dinilai sama dengan
ijazah sekolah umum yang sederajat.
c. Lulusan madrasah dapat melanjutkan
ke sekolah umum yang setingkat lebih atas.
Dengan adanya SKB tiga menteri
tersebut, maka eksistensi madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam telah
setara dengan sekolah umum yang dikelola oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan.
c.
Perkembangan dan pembinaan madrasah
dari orde baru sampai sekarang
Setelah adanya penegerian dan
kesetaraan antara madrasah dan sekolah umum, seperti yang dijelaskan diatas.
Perkembangan selanjutnya yaitu :
1. Lahirnya Kurikulum 1984
Pada tahun 1984 dikeluarkan SKB 2
Menteri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama tentang Pengaturan
Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah. Lahirnya SKB tersebut
dijiwai oleh Ketetapan MPR No. II/TAP/MPR/1983 tentang perlunya Penyesuaian
Sistem Pendidikan, sejalan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang, antara
lain dengan melakukan perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara pelbagai
upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan madrasah.
2.
Lahirnya MAPK
Pembentukkan Madrasah Aliyah Pilihan
Ilmu-Ilmu Agama (MAPK) dengan berdasarkan persyaratan-persyaratan yang
ditentukan. Sasarannya adalah penyiapan lulusan yang mampu menguasai ilmu-ilmu
agama yang nantinya menjadi dasar lulusan untuk terus melanjutkan ke jenjang
yang lebih tinggi bidang keagamaan dan akhirnya menjadi calon ulama yang baik.
Selanjutnya MAPK berganti nama menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK).
3.
Lahirnya UU No.2 Tahun 1989
Sejak diberlakukan UU No. 2 Tahun
1989 tesebut lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadi bagian integral
(sub-sistem) dari sistem pendidikan nasional. Sehingga dengan demikian,
kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan Islam adalah sebangun
dengan kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan
nasional secara keseluruhan.
4.
Lahirnya kurikulum 1994
Pada tahun 1994, kebijakan kurikulum
pendidikan agama juga ditempatkan di seluruh jenjang pendidikan, menjadi mata
pelajaran wajib sejak SD sampai Perguruan Tinggi.
5.
Lahirnya KBK
Kehadiran Kurikulum berbasis
kompetensi pada mulanya menumbuhkan harapan akan memberi keuntungan bagi
peserta didik karena dianggap sebagai penyempurnaan dari metode Cara belajar
siswa Aktif (CBSA). Namun dari sisi mental maupun kapasistas guru tampaknya
sangat berat untuk memenuhi tuntutan ini. Pemerintah juga sangat kewalahan
secara konseptual, ketika pemerintah bersikeras dengan pemberlakukan Ujian
Nasional, sehingga KBK segera diganti dan disempurnakan dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP masih berlaku sampai sekarang.[10]
[1]
http://iwanrosadi.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-madrasah-di.html
[3] http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2198139-perkembangan-madrasah-di-indonesia/ Tanggal 26-12-2012 Pukul 14.30
[4]http://www.miperwanida.com/index.php?option=com_content&task=view&id=96&Itemid=71 Tanggal
26-12-2012 pukul 13.59
[5] http://www.kampus-info.com/2012/05/pendidikan-islam-pada-masa-orde-lama.html Tanggal 26-12-2012 pukul 14.40
[6] http://tanjungpinangarticle.blogspot.com/2010/06/pendidikan-pada-masa-orde-lama-dan-orde.html Tanggal 26-12-2012 pukul 14.50
[7] http://mohamadjuliantoro.wordpress.com/2012/04/07/perkembangan-madrasah-ibtidaiyah-tsanawiyah-aliyah-di-indonesia/ Tanggal
26-12-2012 pukul 14.55
[10] http://www.pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=sejarahpendis. Tanggal
26-12-2012, pukul 14.35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar