Rabu, 26 Desember 2012

Sejarah Perkembangan Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia


Sejarah Perkembangan Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia
Nurul Istiqomah
D07209059
1.    Latar Belakang
Pada awal abad ke-20 umat Islam Indonesia mengalami beberapa perubahan dalam bentuk kebangkitan, agama, perubahan dan pencerahan.Di antaranya adalah dorongan untuk mengusir penjajah.  Meskipun ada dorongan kuat untuk melawan penjajahan, akan tetapi umat Islam sadar bahwa tidak mungkin melawan penjajah hanya dengan cara tradisional. Cara-cara tradisional selama ini dilakukan umat Islam.
Ketertinggalan diberbagai bidang adalah akibat dari kemunduran umat Islam diberbagai bidang, sehingga umat Islam terbelakang. Berdasarkan adanya masalah tersebut, maka umat islam mulai menyadari bahwa mereka butuh perubahan, untuk itu  umat islam mulai mengkaji ajaran-ajaran islam yang lebih utama yaitu tentang pendidikan. Langkah perubahan melalui pendidikan pada akhirnya menjadi pilihan bagi umat Islam di Indonesia untuk melakukan berbagai pembaruan diberbagai bidang kehidupan dalam Islam.
Pembaharuan di bidang pendidikan tersebut diantaranya adalah dengan di bentuknya madrasah. Sebagai lembaga alternatif pendidikan Islam di Indonesia yang sudah ada, seperti pesantren dan sekolah-sekolah yang didirikan oleh kolonial Belanda. Tidak dapat dipungkiri bahwa madrasah mempunyai peran penting dalam ikut serta memajukan pendidikan Islam di Indonesia. Terutama madrasah ibtidaiyah di Indonesia juga berkembang sangat pesan sampai sekarang.

2.    Pembahasan 
 
a.    Pengertian Madrasah
Kata madrasah diambil dari akar kata darasa yang berarti belajar. Madrasah adalah isim makan dari kata ini sehingga berarti tempat untuk belajar. Istilah madrasah sering diidentikkan dengan istilah sekolah atau semacam bentuk perguruan yang dijalankan oleh sekelompok atau institusi umat Islam.[1]
Peraturan Pemerintah dan keputusan Menteri Agama serta Menteri Dalam Negeri yang mengatur tentang madrasah, yaitu bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan agama Islam yang di dalam kurikulum memuat materi pelajaran agama dan pelajaran umum, mata pelajaran agama pada madrasah lebih banyak dibanding dengan mata pelajaran agama di sekolah umum.[2]
Sedangkan Madrasah Ibtidaiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran rendah serta menjadikan mata
pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang
sekurang-kurangnya 30% disa mping mata pelajaran umum.[3]

b.    Perkembangan Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia
1.    Pada masa penjajahan
Pada masa pemerintahan kolonial Belanda Madrasah memulai  proses pertumbuhannya  atas dasar semangat  pembaharuan dikalangan umat Islam. Latar belakang  kelahiran Madrasah itu bertumpu pada dua  faktor penting. Pertama, pendidikan Islam tradisional dianggap  kurang sistematik  dan kurang memberikan kemempuan pragmatis yang memadai. Dan  kedua, laju perkembangan sekolah-sekolah  ala Belanda  di kalangan masyarakat  cenderung  meluas dan membawakan watak sekulerisme sehingga harus diimbangi dengan sistem pendidikan Islam yang memiliki model dan   organisasi yang lebih teratur dan terencana.
Pertumbuhan madrasah sekaligus menunjukkan adanya pola respon umat Islam yang  lebih progresif, tidak semata-mata defensif, terhadap politik pendidikan Hindia Belanda. Dengan berbagai variasi, sesuai dengan basis pendukungnya,  madrasah tumbuh di berbagai lokasi dalam jumlah yang dari waktu ke waktu semakin banyak.
Kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap pendidikan Islam pada dasarnya bersifat memekan karena kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar. Bagi pemerintahan  penjajah, pendidikan di Hindia Belanda tidak hanya bersifat pedagogis cultural tetapi juga  psikologis politis. Pandangan ini pada satu pihak menimbulkan kesadaran bahwa pendidikan dianggap begitu vital dalam upaya mempengaruhi kebudayaan masyarakat. Melalui pendidikan  ala Belanda dapat diciptakan kelas masyarakat terdidik yang berbudaya Barat sehingga akan lebih akomodatif terhadap kepentingan penjajah. Tetapi dipihak lain, pandangan diatas juga mendorong pengawasan yang berlebihan terhadap perkembangan lembaga pendidikan Islam seperti madrasah.[4] Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa madrasah pada masa penjajahan masih belum mengalami perkembangan secara maksimal.
2.    Pada Masa Orde Lama
Pendidikan Islam pada masa Orde Lama terfokus kedalam dua hal: Perkembangan dan peningkatan mutu madrasah sehingga diharapkan mampu sejajar dengan sekolah umum dan memperluas jangkauan pengajaran agama, tidak terbatas pada madrasah, tetapi menjangkau sekolah umum bahkan perguruan tinggi umum. Kedua hal ini terkait erat dengan upaya pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Departemen Agama melakukan konvergensi dualisme pendidikan yang telah tumbuh sejak masa kolonial.[5]
Pada masa orde lama madrasah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan diakui oleh negara secara formal pada tahun 1950. Hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah pasal 10.
Jenjang pendidikan dengan sisitem madrasah terdiri dari tiga jenjang. Pertama, Madrasah Ibtidaiyah dengan lama pendidikan 6 tahun. Kedua, Madrasah Tsanawiyah Pertama untuk 4 tahun. Ketiga, Madrasah Tsanawiyah Atas untuk 4 tahun. Perjenjangan ini sesuai dengan gagasan Mahmud Yunus sebagai Kepala Seksi Islam pada Kantor Agama Provinsi. Sedangkan kurikulum yang diselenggarakan terdiri dari sepertiga pelajaran agama dan sisanya pelajaran umum.[6]
Jadi dapat diketahui pada masa orde lama, madrasah ibtidaiyah sudah ada dengan masa lama pendidikannya selama 6 tahun.
3.    Masa Orde Baru
Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, kebijakan mengenai madrasah bersifat melanjutkan dan memperkuat kebijakan pemerintah Orde Lama. Pada era ini madrasah masih belum dianggap sebagai bagian dari sistem pendidikan secara nasional, akan tetapi madrasah menjadi lembaga otonom di bawah pengawasan menteri agama .
Bentuk pertama dari pembinaan terhadap madrasah dan pesantren setelah Indonesia merdeka adalah seperti yang ditentukan Dalam Peraturan Menteri Agama No.1 tahun 1946, tanggal 19 Desernber 1946 tentang pemberian bantuan madrasah.Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa madrasah adalah tiap-tiap tempat pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam sebagai pokok pengajarannya.
Dalam Peraturan Menteri Agama No. 7 tahun 1952 yang berlaku untuk seluruh wilayah RI. Dalam Peraturan tersebut dinyatakan bahwa jenjang pendidikan madrasah ibtidaiyah adalah: proses belajar  di Madrasah Rendah atau madrasah ibtidaiyah selama 6 tahun Madrasah lbtidaiyah Negeri sebagian besar berasal dari madrasah madrasah yang semula diasuh oleh Pemerintah Daerah Aceh, Lampung dan Surakarta. Sejak tahun 1946 ada 205 Sekolah Rendah Islam yang diasuh oleh Pemerintah Daerah Aceh yang dengan Ketetapan Menteri Agama no. I tahun 1959, pengasuhan dan pemeliharaannya diserahkan kepada Kementerian Agama dan namanya diubah menjadi Sekolah Rakyat Islam (SRI). Selanjutnya dijadikan Negeri, Penegerian tersebut dilatar belakangi karena madrasah pada umumnya didirikan secara swadaya dan swadana. Sudah barang tentu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara  pendidikan modern, yang semakin menuntut relevansi tinggi terhadap dunia teknologi dan industri. Usaha penegerian madrasah (asalnya swasta) dimulai dengan adanya penetapan Menteri Agama RI Nomor 1 tahun 1959  tentang Pengasuhan dan Pemeliharaan Sekolah Rakyat Islam di provinsi Aceh. Kemudian dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 104 tahun 1962 menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN).[7]
Madrasah pada masa Orde Baru belum mempunyai kurikulum yang standar, manajemen dan struktur yang berbeda di setiap madrasah. Keadaan ini menimbulkan sulitnya pemerintah mengontrolnya. Madrasah mempunyai karakterisitik yang unik, diantaranya adalah, pertama, madrasah adalah milik masyarakat. Kedua, madrasah menerapkan manajemen berbasis sekolah. Ketiga, madrasah sebagai lembaga untuk menperdalam agama Islam. Keempat, madrasah sebagai lembaga kaderisasi dan mobilisasi umat.
Selanjutnya lahir kebijakan  dalam rangka pengembangan madrasah tingkat dasar (Ibtidaiyah) , pemerintah (Departemen Agama) mendirikan Madrasah Wajib Belajar (MWB) yang menjadi langkah awal dari adanya bantuan dan pembinaan madrasah dalam rangka penyeragaman kurikulum dan sistem penyelenggaraannya, dalam upaya peningkatan mutu madrasah ibtidaiyah. Walaupun kemudian MWB ini tidak berjalan sesuai dengan harapan karena berbagai kendala seperti terbatasnya sarana prasarana,masyarakat kurang tanggap dan juga pihak penyelenggara madrasah, setidaknya itu menjadi pendorong kemudian pemerintah mendirikan adanya madrasah negeri yang lebih lengkap dan terperinci, dengan perbandingan materi agama 30% dan materi pengetahuan umum 70%. Sistem penyelenggaraan, jenjang dan kurikulum disamakan dengan sekolah umum yang berada dibawah pembinaan Departemen Pendidikan Nasional, yaitu Madrasah Ibtidaiyah Negeri yang merupakan sekolah setingkat Sekolah Dasar Negeri dengan lama belajar 6 tahun.
Sekitar akhir tahun 70-an, pemerintah Orde Baru mulai memikirkan kemungkinan mengintegrasikan madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional. Usaha tersebut diwujudkan dengan upaya yang dilakukan pemerintah dengan melakukan upaya memperkuat struktur madrasah, kurikulum dan jenjangnya, sehingga lulusan madrasah dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu sekolah-sekolah yang dikelola oleh departemen pendidikan dan kebudayaan. Kebijakan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga menteri tahun 1974 tentang peningkatan mutu Pendidikan pada madrasah. [8]
SKB ini dapat dipandang sebagai model solusi yang di satu sisi memberikan pengakuan eksistensi madrasah, dan di sisi lain memberikan kepastian akan berlanjutnya usaha yang mengarah pada pembentukan sistem pendidikan nasional yang integratif. Sejumlah diktum dari SKB 3 Menteri ini memang memperkuat posisi madrasah, yaitu:
a.    Madrasah meliputi 3 tingkatan: MI setingkat dengan SD, MTs setingkat   dengan SMP, dan MA setingkat dengan SMA
b.    Ijazah madrasah dinilai sama dengan ijazah sekolah umum yang sederajat.
c.    Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum yang setingkat lebih atas.
d.   Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat.[9]
Dengan adanya SKB tiga menteri tersebut, maka eksistensi madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam telah setara dengan sekolah umum yang dikelola oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
c.    Perkembangan dan pembinaan madrasah dari orde baru sampai sekarang
Setelah adanya penegerian dan kesetaraan antara madrasah dan sekolah umum, seperti yang dijelaskan diatas. Perkembangan selanjutnya yaitu :
1.      Lahirnya Kurikulum 1984
Pada tahun 1984 dikeluarkan SKB 2 Menteri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah. Lahirnya SKB tersebut dijiwai oleh Ketetapan MPR No. II/TAP/MPR/1983 tentang perlunya Penyesuaian Sistem Pendidikan, sejalan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang, antara lain dengan melakukan perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara pelbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan madrasah.
2.        Lahirnya MAPK
Pembentukkan Madrasah Aliyah Pilihan Ilmu-Ilmu Agama (MAPK) dengan berdasarkan persyaratan-persyaratan yang ditentukan. Sasarannya adalah penyiapan lulusan yang mampu menguasai ilmu-ilmu agama yang nantinya menjadi dasar lulusan untuk terus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi bidang keagamaan dan akhirnya menjadi calon ulama yang baik. Selanjutnya MAPK berganti nama menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK).
3.        Lahirnya UU No.2 Tahun 1989
Sejak diberlakukan UU No. 2 Tahun 1989 tesebut lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadi bagian integral (sub-sistem) dari sistem pendidikan nasional. Sehingga dengan demikian, kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan Islam adalah sebangun dengan kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan nasional secara keseluruhan.
4.        Lahirnya kurikulum 1994
Pada tahun 1994, kebijakan kurikulum pendidikan agama juga ditempatkan di seluruh jenjang pendidikan, menjadi mata pelajaran wajib sejak SD sampai Perguruan Tinggi.
5.        Lahirnya KBK
Kehadiran Kurikulum berbasis kompetensi pada mulanya menumbuhkan harapan akan memberi keuntungan bagi peserta didik karena dianggap sebagai penyempurnaan dari metode Cara belajar siswa Aktif (CBSA). Namun dari sisi mental maupun kapasistas guru tampaknya sangat berat untuk memenuhi tuntutan ini. Pemerintah juga sangat kewalahan secara konseptual, ketika pemerintah bersikeras dengan pemberlakukan Ujian Nasional, sehingga KBK segera diganti dan disempurnakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP masih berlaku sampai sekarang.[10]




[1] http://iwanrosadi.blogspot.com/2011/06/sejarah-perkembangan-madrasah-di.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar